Putriku tercinta! Aku adalah seorang laki-laki yang sudah beranjak ke usia lima puluh tahun.[3]
Telah lewat sudah masa remaja, dan kutinggalkan impian-impian dan
khayalan-khayalan. Berbagai negeri telah kukunjungi dan banyak orang
kujumpai. Pahit getirnya dunia telah aku cicipi. Karena itu,
dengarkanlah nasihat-nasihatku yang benar lagi jelas berdasarkan
pengalaman-pengalamanku. Pasti belum pernah engkau mendengarkannya dari
orang lain.
Melalui tulisan, kami selalu mengajak
perlunya perbaikan moral, menghapus kerusakan dan mengalahkan hawa nafsu
hingga pena tak lagi mampu menulis dan lidah menjadi kelu, namun kami
tak menghasilkan apa-apa. Kemungkaran belum dapat kami berantas bahkan
semakin bertambah, berbagai kerusakan merajalela, busana terbuka dan
merangsang semakin trendi serta semakin marak. 'Wabah' ini berkembang
dari satu negeri ke negeri yang lain, bahkan menurut dugaanku, tidak ada
satu negeri Muslim pun yang selamat darinya. Di negeri-negeri kaum
Muslimin sendiri yang dulu terdapat baju panjang yang sempurna dan
kesungguhan dalam menjaga kehormatan dan aurat, kini para wanitanya
keluar rumah dengan busana 'seksi' yang terbuka bagian lengan dan
lehernya.
Kami belum berhasil dan saya kira tidak akan
berhasil. Mau tahu sebabnya? Karena sampai saat ini, kami belum
menemukan cara untuk memperbaikinya dan belum tahu jalannya.
Sesungguhnya, jalan kebaikan itu ada di hadapan matamu, duhai putriku!
Kuncinya berada di tanganmu. Bila engkau percaya kunci untuk masuk itu
ada, lalu kalian mempergunakannya, maka pasti kondisinya akan menjadi
baik.
Benar, yang lebih dulu memulai mengayunkan
langkah menuju kubangan dosa adalah lelaki, bukan wanita! Hanya saja,
bila engkau menolak, pasti laki-laki tidak akan berani. Andaikata bukan
karena lemah gemulaimu,[4] laki-laki tidak akan bertambah nekad.
Engkaulah yang membuka pintunya sedangkan dia hanya masuk. Seakan kau
katakan kepada si pencuri, "Silahkan!" Lalu ketika ia telah mencuri,
engkau berteriak, "Maling! Tolong ada maling! Saya kemalingan!"
Jika engkau telah menyadari bahwa laki-laki
tersebut adalah srigala sedang dirimu adalah seekor domba, maka tentu
engkau jauh-jauh hari sudah menghindarinya sebagaimana domba yang
menghindari srigala. Kalau engkau tahu bahwa laki-laki tersebut adalah
pencuri, pasti engkau akan bersikap hati-hati seperti halnya si kikir
yang takut hartanya dicuri.
Manakala srigala hanya menghendaki daging si
domba, maka apa yang diinginkan laki-laki darimu jauh lebih berharga
dari sekedar daging domba itu. Bahkan, kematian kiranya lebih baik
bagimu daripada harus kehilangan sesuatu yang paling berharga itu.
Lelaki hanya menginginkan sesuatu yang paling berharga pada dirimu,
yaitu kehormatanmu. Kehormatan adalah kebanggaan dan kemuliaan yang
dengannya kamu hidup. Hidup bagi wanita yang telah terenggut
kehormatannya adalah seratus kali lebih pahit daripada kematian seekor
domba yang diterkam srigala.
Ya, demi Allah! Saat memandang seorang gadis,
yang terlintas dalam khayalan seorang pemuda hanyalah kondisinya yang
tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya.
Demi Allah, begitulah kenyataannya. Kami
bersumpah untuk kedua kalinya di hadapanmu ini. Janganlah engkau pernah
percaya manisnya tutur kata sebagian laki-laki, bahwa mereka tidak
melirik seorang gadis melainkan hanya sekedar ingin mengetahui akhlak
dan budi pekertinya saja; bahwa mereka berbicara kepadanya hanya sebagai
seorang sahabat; bahwa mereka akan mencintainya sebagai seorang teman.
Demi Allah, itu bohong! Andaikata engkau mendengar obrolan antar
anak-anak muda dalam kesunyian mereka, tentulah engkau akan mendengarkan
sesuatu yang mengerikan dan menakutkan.
Senyuman yang dilemparkan pemuda ke arahmu,
kehalusan tutur kata dan perhatiannya terhadapmu; semua itu tidak lain
hanyalah perangkap rayuan untuk mencapai apa yang diinginkannya.
Setidaknya rayuan itu adalah kesan tersendiri bagi si pemuda.
Tetapi, selanjutnya, apa yang kemudian akan terjadi, duhai putriku? Camkanlah dengan baik!
Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan,
untuk kemudian engkau ditinggalkan begitu saja, dan engkau selamanya
tetap akan merasakan penderitaan akibat kenikmatan sesaat itu. Sementara
pemuda itu akan terus mencari mangsa demi mangsa untuk direnggut
kehormatannya. Sedang dirimu harus menanggung beban kandungan yang
membesar di perutmu. Jiwamu pasti merintih, keningmu kini telah
tercoreng. Masyarakat nan zhalim dapat mengampuni pemuda itu dengan
mengatakan, "Dulu ia pemuda yang sesat, tapi sekarang sudah bertaubat!"
Tetapi bagaimana dengan dirimu? Selamanya engkau hidup berkubang
kehinaan dan membawa aib. Masyarakat seakan tak dapat mengampuni
perbuatanmu itu selamanya.
Andai saat bertemu pemuda itu, engkau berani
menentang, membuang muka, menunjukkan jati dirimu dan menghindar, lalu
bila si pengganggu itu belum juga mau mengindahkan bahkan sampai berbuat
lancang melalui ucapan atau tangannya yang usil, maka lepaskan sepatu
yang melekat di kakimu, lalu lemparkan ke kepalanya! Jika semua itu
engkau lakukan, pasti semua orang di jalan akan membelamu. Setelah
kejadian itu, tentu pemuda-pemuda iseng tidak akan berani lagi
mengganggumu dan juga gadis-gadis selainmu. Tentunya, jika ia seorang
pemuda yang baik, ia akan datang kepadamu untuk meminta maaf dan
berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya. Bahkan, bisa jadi ia
akan mengharapkan adanya hubungan yang baik dan halal denganmu, untuk
kemudian akan datang melamarmu.
Betapa pun status, kekayaan, popularitas dan
wibawa yang dicapai seorang wanita, maka ia tidak akan dapat menggapai
angan-angan terbesar dan kebahagiaan selain dalam sebuah pernikahan.
Yaitu kala menjadi isteri yang baik, seorang ibu yang terhormat dan
pendidik bagi keluarga. Sama saja dalam hal itu, para ratu, para putri
raja atau pun para artis film Hollywood kenamaan yang memiliki ketenaran
dan citra yang dapat menipu banyak wanita.
Aku mengenal dua orang sastrawati besar dari dua negara Islam.
Keduanya adalah sastrawati sejati, memiliki
harta kekayaan dan kejayaan sastra. Namun sayang, keduanya kehilangan
suami, lalu akal sehat pun hilang dan akhirnya menjadi gila. Dalam hal
ini, jangan pojokkan diriku dengan pertanyaan tentang siapa mereka sebab
nama-nama itu sudah amat terkenal.
Pernikahan adalah cita-cita tertinggi seorang
wanita, walaupun ia seorang anggota dewan dan pemegang kekuasaan. Tak
ada seorang pun yang sudi menikah dengan wanita pelacur. Seorang
laki-laki yang bermaksud menikahi wanita baik pun, bila mengetahui
ternyata ia seorang yang sesat, maka akan pergi meninggalkannya pula.
Kalau ingin menikah, maka ia akan memilih wanita yang baik, karena ia
tidak rela bila kelak nyonya rumah tangga dan ibu bagi putra-putrinya
adalah seorang wanita asusila.
Seorang laki-laki walaupun dia seorang fasik,
germo, bila di pasar kelezatan tidak mendapatkan wanita yang rela
menumpahkan kehormatannya di atas kedua kakinya atau yang dapat menjadi
barang permainan di hadapannya, ataupun bila ia tidak juga mendapatkan
wanita fasik atau wanita lalai yang mau menemaninya kawin berdasarkan
agama Iblis dan syariat kucing di bulan Februari, maka pastilah ia
meminta wanita yang menjadi isterinya itu menikah berdasarkan sunnah
Islam.
Jadi, akar penyebab hilangnya minat terhadap
ikatan pernikahan adalah kalian, wahai kaum wanita! Bila bukan karena
wanita fasik, tentu hilangnya minat pada ikatan pernikahan tidak akan
terjadi dan peluang berbuat maksiat tidak akan terbuka lebar. Kenapa
kalian tidak menyadari hal itu? Dan mengapa para wanita mulia tidak
berupaya mencari penyelesaian bagi malapetaka ini? Kalian lah yang lebih
pantas dan mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan upaya itu.
Kalian lebih mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan
karena yang bisa menyelamatkan korban kerusakan ini hanya kalian, para
wanita terpelihara, mulia, wanita yang terjaga dan beragama.[5]
Di setiap rumah di negeri kaum muslimin
terdapat para gadis berusia siap nikah tetapi belum juga mendapatkan
jodoh. Penyebabnya adalah kecenderungan para pemuda untuk memiliki
'pacar' sehingga tidak butuh kepada isteri. Tidak menutup kemungkinan,
kondisi serupa juga terjadi di negeri-negeri lain.
Karena itu, kalian perlu membentuk
organisasi-organisasi kewanitaan yang terdiri dari para sastrawati, para
intelektual, para guru dan mahasiswi yang misinya mengembalikan
saudari-saudari kalian yang salah jalan itu kepada kebenaran. Ajaklah
mereka agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Jika menolak,
takutilah mereka dengan memberikan peringatan bahwa apa yang mereka
lakukan itu dapat menyebabkan datangnya penyakit. Jika masih
membangkang, maka jelaskan kepada mereka dengan berkaca kepada realitas
yang ada. Katakan kepada mereka, "Kalian adalah gadis-gadis remaja yang
cantik. Karena itu, pasti kalian menjadi rebutan para pemuda. Akan
tetapi, apakah masa remaja dan kecantikan itu akan kekal abadi? Adakah
sesuatu di dunia ini yang akan kekal abadi? Bila nanti, kalian sudah
menjadi nenek-nenek yang bungkuk punggungnya dan keriput wajahnya,
ketika itu, siapa yang akan berminat lagi? Tahukah kalian, siapa yang
akan memperhatikan, menghargai dan mencintai seorang nenek? Jawabannya,
adalah anak-anak dan para cucunya. Saat itulah, sang nenek akan menjadi
ratu di tengah rakyatnya. Duduk manis di atas singgasana mengenakan
mahkota. Akan tetapi, bagaimana pula dengan nasib seorang nenek yang
masih belum bersuami? Tentu, kalian sendiri lebih tahu apa yang terjadi
dengannya!"
Di sebuah trotoar di persimpangan jalan di
Brussel, aku menyaksikan seorang nenek tua yang berdiri menggunakan
penyangga untuk kedua kakinya. Karena sudah dimakan usia, segenap
tubuhnya gemetaran. Ia ingin menyeberang, namun hampir saja ia
diserempet oleh mobil-mobil di sekelilingnya. Kasihan, tidak seorang pun
yang mau membimbingnya.
Kepada pemuda yang bersamaku, aku berkata, "Sebaiknya salah seorang dari kalian menghampiri nenek itu dan menolongnya."
Waktu itu, kami bersama seorang teman lama
bernama Ustadz Nadim Zhubyan. Sudah lebih dari 40 tahun ia tinggal di
Brussel. Beliau bercerita kepadaku, "Tahukah anda bahwa nenek tua itu
dulunya adalah wanita primadona di negeri ini yang banyak membuat orang
terbuai? Para lelaki selalu menguntitnya dan dengan sepenuh hati rela
merogoh kocek mereka hanya sekedar untuk dilirik atau disentuhnya.
Tetapi setelah masa bunga berakhir dan kecantikan di wajah telah pupus,
tak seorang pun yang anda lihat sudi menyentuh tangannya."
Sebandingkah kenikmatan itu dengan
penderitaan yang dialaminya di atas? Akankah kita tukar akibat dari itu
dengan kenikmatan sementara?
Perkataan-perkataan seperti ini bagi kalian
para wanita, tidak memerlukan petunjuk orang lain dan kalian tidak akan
kehabisan cara untuk memberi nasehat kepada saudari-saudari kalian yang
salah jalan dan patut dikasihani. Jika kalian tidak dapat mengasihani
mereka, minimal berusahalah untuk menjaga wanita baik-baik, gadis-gadis
yang sedang tumbuh agar tidak menempuh jalan yang salah itu.[6]
Aku tidak menuntut kalian untuk merubah
secara drastis dan mengembalikan wanita masa kini kepada kondisi wanita
Muslimah sejati. Tidak, kami menyadari bahwa perubahan secepat itu
biasanya mustahil dilakukan. Kondisinya seperti antara malam yang gelap
gulita dan pagi yang cerah bercahaya, di mana Allah Subhanahu wa ta'ala
tidak memindahkan dari kegelapan kepada cahaya dalam sekejap. Tetapi,
Dia memasukkan siang ke dalam malam tanpa engkau rasakan adanya
perubahan itu. Sama seperti jarum jam yang engkau lihat diam tak
bergerak. Padahal bila dirimu kembali dua jam kemudian, pasti ia telah
bergeser. Demikian pula dengan perubahan manusia dari masa kanak-kanak
ke masa remaja, dari masa remaja ke masa tua. Juga sama halnya dengan
perubahan sebuah negeri, dari satu kondisi ke kondisi yang lain.
Akan tetapi kembalilah ke jalan kebaikan
selangkah demi selangkah, sebagaimana ketika engkau menyongsong jalan
keburukan setapak demi setapak. Kalian mulai dari memendekkan pakaian
sedikit demi sedikit, kalian pertipis kerudung dan sabar melalui masa
yang panjang. Kalian lakukan perubahan ini, sedangkan lelaki shalih
tidak menyadari. Majalah-majalah porno menggalakkan masalah ini,
orang-orang fasik riang gembira, sampai akhirnya kita mencapai suatu
keadaan yang tidak diridhai Islam, bahkan tidak pula oleh agama lain.
Juga tidak dilakukan oleh orang-orang Majusi para penyembah api yang
berita mereka sudah kita baca di buku-buku sejarah. Bahkan hingga sampai
pada suatu keadaan yang tidak dapat diterima para hewan.
Dua ekor ayam jago saja bila bertemu untuk
memperebutkan sang betina, pasti saling serang karena rasa cemburu dan
membela. Tetapi sungguh aneh dengan para lelaki Muslim yang tidak
cemburu terhadap wanita Muslimah dilirik orang asing. [7] Bukan
sekedar wajah yang dilirik, telapak tangan ataupun lehernya tetapi
segalanya. Ya, segalanya selain sesuatu yang menjijikkan untuk dilihat
dan harus ditutup, yaitu kemaluan dan buah dada.
Di klub-klub malam, suami-suami Muslim tega
menyodorkan isteri-isteri mereka untuk diajak berdansa dan dipeluk
lelaki lain. Dada menempel dengan dada, perut bertemu perut, bibir
dengan pipi, lengan melingkar tubuh. Kendati demikian, tak ada seorang
pun yang protes terhadap pemandangan itu. Di kampus-kampus Universitas
Islam, mahasiswa Muslim biasa berdua-duaan dengan mahasiswi Muslimah
yang tanpa menutup aurat. Anehnya, tak satu pun, orang-orang tua Muslim
yang mengingkari hal tersebut. [8]
Pemandangan-pemandangan seperti itu banyak
terjadi. Dan itu tidak dapat diatasi hanya dalam sehari atau dengan
upaya yang tergesa-gesa. Tetapi caranya adalah dengan kembali ke jalan
yang benar melalui jalan yang semula pernah kita tempuh ketika melakukan
keburukan, walaupun jalan yang berat itu sekarang amat panjang. Jalan
kembali satu-satunya yang panjang ini harus ditempuh, sebab bila tidak,
maka kita tidak akan sampai ke tujuan. Kita mulai dengan memberantas
masalah ikhtilath (bercampur-baurnya laki-laki dan wanita dalam satu
tempat tanpa hijab).
Seorang gadis tidak seharusnya bercampur baur
dengan lelaki yang bukan mahramnya, seorang isteri juga tidak
seharusnya menerima teman suaminya di rumah, menyapanya jika bertemu di
kereta atau bertemu di jalan. Seorang gadis tidak seharusnya menjabat
tangan pria di kampus, berbincang-bincang, berjalan seiring, belajar
bersama untuk ujian, kemudian dia lupa bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala
menjadikannya sebagai wanita dan si kawan sebagai pria, satu dengan yang
lainnya dapat saling terangsang. Siapa pun, baik wanita, pria atau
seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah Subhanahu
wa ta'ala, menyamakan antara kedua jenis atau menghilangkan
kecenderungan yang ada di dalam jiwa mereka.
Aku memiliki beberapa makalah tentang
kesetaraan gender (kesamaan antara laki-laki dan wanita). Di situ aku
berbicara tentang beberapa hak dan kewajiban, pahala dan siksa, tetapi
aku tidak berbicara mengenai pekerjaan, fungsi dan tugas. Karena
tidaklah mungkin seorang laki-laki itu akan hamil dan menyusui
menggantikan para wanita, sementara wanita pun tidak mungkin berperang
atau melakukan pekerjaan-pekerjaan berat menggantikan peran laki-laki.
Para propagandis 'egalitarianisme' (persamaan
hak) dan ikhtilath yang mengatasnamakan 'civiel society' adalah para
pembohong besar. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek:
Pertama, karena semua itu mereka
lakukan untuk memberikan kepuasan kepada diri mereka sendiri. Mereka
menikmati pemandangan anggota tubuh yang terbuka itu dan
kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. Akan tetapi, mereka
tidak berani berterus terang. Oleh karena itu, slogan-slogan seperti
kemajuan, masyarakat madani, seni, kehidupan kampus, semangat olahraga
dan slogan-slogan kosong tanpa makna lainnya itu hanyalah kedok belaka,
ibarat gendang yang ditabuh.
Kedua, mereka bohong karena mengekor kepada
Barat dan menjadikan Barat sebagai penyuluh. Mereka tidak dapat memahami
kecuali menurut cara pandang Barat. Menurut mereka, kebenaran bukanlah
lawan dari kebatilan. Tetapi kebenaran adalah segala sesuatu yang datang
dari sana; Paris, London, Berlin dan New York, sekalipun yang dilakukan
itu berupa dansa, pornografi, pergaulan bebas di kampus, pamer aurat di
tempat umum atau telanjang ria di pantai (atau kolam renang). Sementara
kebatilan menurut mereka adalah sesuatu yang datang dari sini; dari
lembaga-lembaga pendidikan Islam di Timur dan dari masjid-masjid milik
orang-orang Islam, sekalipun hal itu berupa kehormatan, petunjuk
kebenaran, keterpeliharaan dan kesucian, baik kesucian hati maupun
tubuh.
Di Eropa dan Amerika, Seperti yang sering
kita baca dan dengar dari mereka yang pernah berkunjung ke sana ternyata
masih terdapat banyak keluarga yang tidak rela dan tidak mengizinkan
pergaulan bebas. Di Paris, misalnya, para bapak dan ibu melarang anak
gadis mereka berjalan dengan seorang pemuda atau pergi bersama ke gedung
bioskop. Bahkan mereka tidak diperbolehkan nonton, kecuali film-film
yang sudah diketahui jalan ceritanya dan mereka tahu benar bahwa di
dalam film-film itu, tidak ada adegan porno dan jorok. Yaitu,
adegan-adegan yang sangat disayangkan, selalu ada dalam
tayangan-tayangan yang dibuat perusahaan film di negeri kita untuk
kalangan muda-mudi, yang mereka sebut sebagai seni perfilman, karena
ketidakfahaman terhadap agama bahkan juga terhadap film itu sendiri.
Kata mereka, "Pergaulan bebas itu dapat
mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan gejolak
seksual di dalam jiwa."
Untuk menjawab hal ini, saya limpahkan kepada
mereka yang telah lebih dulu pernah merasakan pergaulan bebas di
sekolah-sekolah, yaitu orang Rusia yang tidak beragama, yang tidak
pernah mendengar petuah ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah
meninggalkan percobaan ini, setelah melihat bahwa hal ini amat merusak?
Tentang Amerika, apakah mereka belum membaca,
bahwa problem Amerika, adalah semakin meningkatnya siswi-siswi yang
hamil? Itu karena mereka mengajarkan pelajaran seks di sekolah-sekolah.
Artinya, sama saja dengan menuangkan bensin ke dalam api. Kepada para
gadis suci yang buta terhadap masalah seks, mereka jelaskan mengenai apa
yang tersembunyi dari aurat laki-laki dan apa yang dilakukan laki-laki
jika sedang berduaan dengan wanita. Pada saat yang sama, ada setan-setan
dari jenis manusia yang mengajak kita agar melakukan seperti apa yang
mereka lakukan. Sebagaimana mereka juga membiasakan dan melatih para
siswi sekolah-sekolah menengah untuk menggunakan pil pencegah kehamilan.
Siapa yang akan merasa senang apabila universitas-universitas di negeri-negeri kaum Muslimin mengalami persoalan yang sama?
Aku tidak berbicara kepada para pemuda. Aku
tidak ingin mereka mendengar. Aku tahu bahwa mungkin mereka menyanggah
dan menertawakan diriku. Karena aku telah menghalangi mereka menikmati
kelezatan yang benar-benar telah mereka peroleh. Akan tetapi, aku
berbicara kepada kalian, putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan
beragama! Putriku yang terhormat dan terpelihara! Ketahuilah bahwa yang
akan menjadi korban bukan orang lain tetapi kamu sendiri. Oleh karena
itu, jangan serahkan diri kalian sebagai korban iblis. Jangan dengarkan
bujuk rayu mereka dengan dalih pergaulan demi kebebasan, modernisasi,
kemajuan dan kehidupan kampus. Sungguh kebanyakan orang-orang terkutuk
itu tidak memiliki isteri dan anak. Mereka sama sekali tidak perduli
dengan kalian, selain sebagai pemuas kenikmatan sementara. Sedangkan aku
(penulis) adalah seorang ayah dari beberapa orang putri. Jika aku
membela kalian, berarti aku membela putri-putriku sendiri. Aku ingin
kalian bahagia seperti yang aku inginkan untuk putri-putriku.
Sesungguhnya dari perbuatan liar yang mereka
lakukan, tak ada sesuatu pun yang dapat mengembalikan diri wanita kepada
kehormatannya yang lenyap, kemuliaannya yang terkoyak, begitu juga
dengan martabat yang hilang.
Jika seorang gadis telah terjerumus, maka tak
seorang pun dari mereka yang mau meraih tangannya kembali atau
menyelamatkannya dari keterjerumusan itu. Yang justeru mereka lakukan
adalah memperebutkan kecantikan gadis itu selama masih tersisa
kecantikan di wajahnya. Jika sudah hilang, mereka pun pergi meninggalkan
gadis tersebut. Persis seperti anjing-anjing yang meninggalkan bangkai
karena sudah tak menyisakan daging sedikit pun.
Inilah nasihatku buatmu, wahai putriku.
Inilah kebenaran, selain ini jangan dipercaya. Sadarlah bahwa di
tanganmulah kunci pintu perbaikan itu, bukan di tangan kami kaum lelaki.
Jika ada kemauan pada dirimu niscaya engkau sanggup memperbaiki dirimu
sendiri, dengan demikian, umat secara keseluruhan akan menjadi baik.
Ali Thantawi
(Diterjemahkan dari naskah aslinya dengan beberapa penyesuaian dan penambahan catatan kaki).Sumber: http://alsofwah.or.id
Posting Komentar