“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS: al-Baqoroh: 208)
oleh: Ahmad Amrin Nafis
AYAT ini merupakan kewajiban bagi seorang Muslim harus dan tetap terus berproses untuk memasuki tangga kewajiban totalitas. Tunduk kepada Allah Ta’ala tanpa syarat. Ayat tersebut juga mengingatkan kita tentang syahadat dan maknanya. Syahadat yang bermakna: membenarkan didalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan beramal dengan amal perbuatan.
Syahadat yang minimal kita baca sembilan
kali dalam sholat-sholat fardhu kita sehari semalam. Syahadat juga
merupakan gerbang pertama menuju penghambaan diri kepada Allah secara
keseluruhan,tanpa ada kata nanti,besok,ataupun tidak sempat.
Seseorang yang telah bersyahadat hendaknya
harus siap dengan konsekwensi menjadikan Allah sebagai tujuan. Tidak ada
sesuatu apapun yang lebih ditakuti,disembah,di ingat lebih banyak,di
taati dan semacamnya kecuali hanya Allah semata. Serta, senantiasa
menjadikan Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai panutan yang
ma’shum,Qudwah, dan standar kekuatan untuk beriman kepada Allah dan hari
akhir.
Secara fitrahnya, orang yang beriman kepada Allah hendaknya selalu berproses untuk selalu lebih baik dari hari-hari yang telah di laluinya. Menjadi baik secara dzohir ataupun batin. Jika sebelumnya mutu ibadahnya masih banyak kekurangan, maka hari berikutnya harus ditambal kekurangannya. Dan inilah sifat dari seorang Muslim, terus dan terus berproses dalam kebaikan-kebaikan yang Allah perintahkan. Tidak stagnan, ketika telah selesai dengan satu perintah Allah satunya maka hendaknya segera berpindah,tidak lekas berpuas diri,totalitas dan tidak setengah-setengah begitu seterusnya.
Al-Imam Nashiruddin Abi Sa’id Abdullah bin Umar al-Baidhowi di dalam tafsir beliau mengatakan: bahwa masuk kedalam Islam secara keseluruhan adalah menaati Allah ta’ala dzohir dan batin. Kebalikan dari apa yang dilakukan oleh orang-orang munafiq yang dzohirnya beriman tetapi hatinya tidak. Masuk kedalam Islam secara keseluruhan juga berarti tidak setengah-setengah dan tidak mencampur adukkan dengan sesuatu apapun,sedikit ataupun banyak. Beriman kepada Allah,para nabinya dan kitab-kitabnya. Siap menjadikan Islam standar dari cabang-cabang atas segala sesuatu secara hukum keseluruhan. (Anwaarul tanziil wa asroorut ta’wiil.Tafsir al-baidhowi, halaman 114 Daar Kutub al-‘ilmiyyah, 2011)
Seorang Muslim hendaknya memahami dan berkeyakinan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna. Islam yang merupakan ruh dan hukum-hukum dari Allah ta’ala,agama para Nabi-Nabi terdahulu, jalan yang lurus dan keselamatan dunia akhirat.
Dr. Fathi Yakan, pernah berpesan kepada kita bahwa seyogyanya orang yang beriman hendaknya menjadikan Islam sebagai standar kekuatan dan perjuangan. Karena islam merupakan agama yang sempurna, agama yang Allah ridhai,dan agama yang fithroh bagi segenap manusia.
Sebagai ajaran yang universal, Islam datang untuk menyelamatkan seluruh manusia,melindungi dan menjaga fithroh manusia karena sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan manusia, bahkan bukan hanya hal itu islam adalah agama yang lurus lagi selamat.
Stop upaya mengkebiri Islam
Tanpa menafikan fenomena yang menggejala sekarang bahwa di negri tercinta kita ini sedang ada upaya menuju pemberangusan islam dalam aspek-aspek kebutuhan manusia.
Bahwa opini yang mulai digalakkan Islam hanyalah agama ibadah. Islam hanya berada di masjid. Islam tidak ikut campur tangan masalah: budaya,sosial,ekonomi,politik,ilmu pengetahuan dan sejenisnya serta statemen-statemen lainnya. Hal ini tentu kita ketahui adalah salah besar.
Para ulama sudah mendeskrepsikan ketika membaca ayat di atas, salah satunya Hasan al-Banna bahwa cakupan kesempurnaan Islam meliputi tiga aspek:
Pertama, kesempurnaan metode (Syumuliyyah al-minhajj)
Metode yang Rasul ajarkan atas perintah Allah tidak ada cacat atau
cela sedikitpun daripadanya. Yang ada hanyalah kesempurnaan karena
perintah dari sang Maha Sempurna yakni Allah.Kedua, kesempurnaan di setiap lingkup waktu (Syumuliyyah az-Zamaan)
Sesungguhnya apa yang Rasulullah Shallahu
‘alaihi wasallam ajarkan tidak akan pernah lekang oleh waktu meskipun
zaman terus berputar dan berganti.
Bahwa kita sebagai seorang yang beriman kita mengetahui bahwa bumi Allah luas adanya. Dan datangnya Islam sebagai penyelamat umat manusia dimanapun ia berada, di bumi bagian barat atau timur, utara bahkan selatan sekalipun.
Islam tidak terlindas ruang dan tempat,sempit atau luas,panjang atapun pendek, di bumi kulit putih ataupun hitam.
Fenomena yang ada juga adalah beberapa individu-individu, yayasan-yayasan, pergerakan-pergerakan,ormas-ormas,partai-partai yang ada , melabeli diri mereka dengan islam ini. Tentu yang terjadi adalah keterbatasan mereka sebagai manusia. Hingga timbulnya kekurangan-kekurangan dalam masalah ijtihadi dan adanya aib-aib. Sebagai Muslim, kita dianjurkan ber-husnudzhon terhadap mereka. Menasihati dengan nasihat yang baik jika memang berkompeten untuk memberi nasihat, memberikan haknya sebagai orang beriman, sebagaimana yang Allah dan Rasul jelaskan dan ajarkan kepada kita.
Bukanlah sikap dan sifat seorang Muslim yang mencelanya, memusuhi seperti musuh-musuh Allah karena aib-aibnya.
Jika berbicara mengenai aib,di dunia ini tidak ada yang tidak mempunyai aib hatta para Nabi dan Rasul sekalipun yang ma’shum.
Apatah lagi dengan manusia akhir zaman yang meski mereka berjuang untuk islam yang sempurna inipun, diri mereka tidak akan pernah sempurna dan tidak dapat menghindari aib yang harus ada pada diri manusia.
Penutup
Jadi sebagai seorang Muslim, mari kita bersama-sama bekerja dalam bingkai Islam yang suci menegakkan kalimatullah, mengaplikasikan sendi-sendi ruh islam dalam banyak aspek kehidupan manusia.
Tentu saja ini adalah kerja bersama dalam artian ber-jamaah, apapun itu semoga senantiasa Allah mudahkan dalam menggapai janjinya. Aamin ya Robbal ‘aalamiin.*/Penulis adalah mahasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam da Arab (LIPIA) Jakarta
Sumber:http://www.hidayatullah.com
Posting Komentar